Smart-Water EOR Cara Cerdas Dongkrak Industri Migas
Ditulis oleh : Prof. Ir. Asep Kurnia Permadi, M.Sc., Ph.D. | KK Teknik Reservoir
Dimuat dalam Media Indonesia pada rubrik Rekacipta ITB
INJEKSI smart-water merupakan salah satu teknik perolehan minyak tahap lanjut (enhanced oil recovery/EOR) yang semakin populer dalam satu dekade terakhir karena biaya yang dibutuhkan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan metode EOR lainnya, semisal injeksi kimia, injeksi uap, atau injeksi gas CO2. Injeksi smart-water dilakukan dengan memompakan air formasi (brine) ke dalam reservoir dengan komposisi kimia yang diatur sedemikian rupa sehingga kadar garam (salinitas) yang terkandung lebih rendah. Karena itu, injeksi smart-water juga dikenal dengan sebutan low-salinity water injection (LSWI). LSWI yang ditujukan secara khusus sebagai metode EOR belum pernah dilakukan di Indonesia.
Uji coba LSWI sebagai metode EOR dilakukan di Lapangan Tangai–Sukananti, yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Uji coba itu diawali dengan studi simulasi reservoir yang merupakan kerja sama antara KSO Pertamina-Bass Oil Sukananti Ltd (BOSL) dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
LSWI pada lapangan tersebut dapat memberikan tambahan faktor perolehan minyak (recovery factor/RF) yang cukup signifikan. Apabila produksi lapangan tersebut dilakukan secara alamiah (primer), produksi kumulatif minyak yang dapat dicapai hanya 0,76 mmstb, yaitu 0,76 juta barel minyak diukur di permukaan. Namun, dengan LSWI, produksi kumulatif minyak dapat ditingkatkan hingga 0,93 mmstb, atau meningkat sebesar 0,17 mmstb, yang ekuivalen dengan penambahan produksi kumulatif sebesar 22%. Dengan demikian, studi tersebut menunjukkan LSWI mampu meningkatkan faktor perolehan minyak hingga 13,4%.
Studi difokuskan pada salah satu struktur yang ada di lapangan tersebut, yakni Struktur Tangai. Struktur itu mulai beroperasi pada Oktober 1992 yang mencapai puncak laju produksi sebesar 1.025 barrel oil per day (bopd) sebulan kemudian. Pada Januari 2019, total laju produksi Struktur Tangai telah menurun hingga hanya 100 bopd dengan kadar air 95%. Berdasarkan Laporan Pekerjaan 2019, produksi kumulatif struktur ini telah mencapai 0,4 mmstb dari original oil-in-place (OOIP) yang sebesar 1,46 mmstb. Dengan kata lain, produksi baru mencapai faktor perolehan sebesar 28,4%. Dengan mekanisme pendorongan air alamiah (water-drive), perolehan primer Struktur Tangai diperkirakan hanya mampu memberikan RF sebesar 35%-50%.
Kegiatan studi yang dilakukan ITB termasuk kajian pustaka dan kaji ulang pengalaman operator lain sebagai landasan pemikiran bagi kemungkinan pelaksanaan LSWI sebagai metode EOR, khususnya tentang mekanisme peningkatan (enhancing mechanisms) sehingga mampu meningkatkan perolehan. Berdasarkan evaluasi yang mendalam terhadap karakteristik lapangan, diketahui bahwa LSWI dapat diterapkan di Struktur Tangai. Kriteria yang menjadi acuan ialah komposisi batuan–yang berupa batuan pasir dengan kadar lempung cukup tinggi, karakteristik minyak–dengan viskositas relatif rendah dan memiliki komponen polar, komposisi ionik air formasi, serta keadaan kebasahan batuan (rock wettability)–yang berupa mix-wet.
Selanjutnya, simulasi pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang cara terbaik untuk pelaksanaan LSWI yang melibatkan analisis sensitivitas komposisi air dan laju alir injeksi. Studi tentang interaksi antara minyak, air, dan batuan reservoir dilakukan untuk memodelkan temuan sebelumnya yang tercantum pada pustaka terkait dengan mekanisme LSWI terhadap peningkatan perolehan minyak. Kemudian, untuk menunjang validitas hasil simulasi, dilakukan karakterisasi reservoir lanjut melalui pengujian pendesakan sampel batuan (coreflooding) di laboratorium. Hal terpenting dalam pengujian itu ialah identifikasi pengaruh LSWI secara spesifik pada formasi batuan Struktur Tangai terhadap interaksi minyak-air-batuan reservoir. Hasil pengujian itu kemudian dijadikan landasan untuk melakukan studi simulasi akhir.
Simulasi akhir, yang dilakukan untuk meningkatkan keakuratan dari simulasi pendahuluan dengan melibatkan hasil pengujian laboratorium, menunjukkan desain optimum LSWI dicapai melalui injeksi smart-water dengan salinitas 1.800 ppm dan laju alir 3.000 stb/hari. Hasil simulasi akhir menunjukkan faktor perolehan bisa dicapai hingga 63%. Dengan kata lain, peningkatan produksi pada Struktur Tangai dengan teknik LSWI mampu memberikan kenaikan faktor perolehan sebesar 13,4% jika dibandingkan dengan faktor perolehan dengan produksi alamiah. Hasil studi itu terangkum dalam laporan yang telah disampaikan kepada KSO Pertamina-BOSL dan PT Pertamina EP pada 17 April 2020. Hasil studi tersebut juga telah dipresentasikan kepada komunitas migas melalui konferensi ilmiah The 45th Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition yang dilaksanakan pada 1-3 September 2021.
Level 7
Setelah tahap simulasi dan pengujian laboratorium selesai, studi dilanjutkan ke tahap pembuatan teknologi untuk menghasilkan air injeksi di lapangan. Dengan demikian, studi itu dapat dikategorikan sebagai penelitian dengan tingkat kesiapan teknologi (TKT) level 7. Dalam mengembangkan teknologi pengolahan air, ITB bekerja sama dengan Sejong University dan beberapa institusi lain dari Korea Selatan untuk membuat peralatan yang mampu mengolah air hingga menghasilkan air dengan tingkat salinitas tertentu yang sesuai dengan karakteristik reservoir. Peralatan pengolah air itu mencakup dua proses utama, yaitu desalinasi dan koagulasi. Kedua proses tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus yang sesuai dengan proses yang diperlukan termasuk rangkaian pompa, kompresor, pipa, tangki, sensor, peralatan elektrik, dan lain-lain. Sistem pengolah air tersebut disebut sebagai LSWI plant. Pengoperasian LSWI plant diatur dengan suatu kontrol yang terintegrasi yang terdapat pada human machine interface (HMI) dalam perangkat lunak bernama Cimon X. Teknologi tersebut masih dalam tahap uji coba di lapangan.
Peralatan koagulasi dalam LSWI plant bertujuan mengolah air permukaan yang pada mulanya mengandung berbagai macam partikel. Dalam prosesnya, partikel-partikel kecil yang terkandung dalam air permukaan tersebut terkumpul membentuk gumpalan, terpisah dari air, dan kemudian terendapkan di dasar tangki. Kekeruhan (turbidity) menjadi parameter yang diatur dalam proses koagulasi. Sementara itu, proses desalinasi, yang menggunakan konsep reverse osmosis, mengutamakan proses penurunan kadar garam (salinitas) khususnya dalam air formasi. Bahan kimia utama yang digunakan dalam proses desalinasi ialah natrium hidroksida (NaOH). Air dengan salinitas rendah hasil dari kedua proses tersebut kemudian dicampurkan untuk mencapai salinitas tertentu sebelum diinjeksikan ke reservoir.
Uji coba LSWI plant dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pembersihan peralatan, pengisian air, pengoperasian sistem terintegrasi secara penuh, dan pembuangan air. Pembersihan peralatan dilakukan untuk meminimalkan keberadaan pengotor dalam LSWI plant. Pengisian air dijalankan bersamaan dengan aktivasi subsistem LSWI yang terintegrasi untuk mempersiapkan pengoperasian secara penuh dalam keadaan stabil. Proses pengoperasian secara penuh dimulai seiring dengan pengawasan terhadap parameter-parameter tertentu seperti salinitas, kekeruhan air, dan tingkat keasaman (pH).
Hasil dari uji coba proses koagulasi ialah nilai kekeruhan air, salinitas, dan tingkat keasaman. Sementara itu, uji coba desalinasi menghasilkan parameter salinitas, kekeruhan air, dan tingkat keasaman untuk setiap dosis bahan kimia dan rasio laju alir, yaitu antara air dengan salinitas rendah dan air dengan salinitas tinggi. Setelah itu, pembuangan air dari LSWI plant dilakukan untuk memulai uji coba dengan sensitivitas parameter lainnya. Sampai saat ini, data yang diperoleh dari hasil uji coba LSWI plant digunakan untuk mengonfirmasi desain air bersalinitas rendah yang akan diinjeksikan ke dalam reservoir. Ke depan, uji coba LSWI plant akan dilanjutkan ke tahap pemompaan air yang dihasilkan dari kedua proses di atas ke dalam reservoir melalui sumur injeksi. (M-4)
Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/451931/smart-water-eor-cara-cerdas-dongkrak-industri-migas