Berikan Pidato Kelulusan, Mahasiswa FTTM Ajak Lulusan ITB Ikhlas Bangun Bangsa
Ardhi Rasy Wardhana begitu terharu ketika dirinya dipercaya sebagai wakil wisudawan sarjana untuk menyampaikan pidato di Upacara Wisuda Ketiga Institut Teknologi Bandung Tahun Akademik 2017/2018 di Gedung Sasana Budaya Ganesa, Kota Bandung, Sabtu (21/7/2018). Mahasiswa Teknik Pertambangan angkatan 2013 itu tak membuang kesempatan membanggakan tersebut dengan menyampaikan pidato tentang kesan, harapan, dan pesan untuk para lulusan ITB.
Pria kelahiran Jakarta, 8 Mei 1995 silam itu mengatakan, diterima kuliah di ITB adalah sebuah karunia yang luar biasa. Ketika berlomba masuk ke sini, kami disuguhkan dengan kompetisi yang begitu ketat bahkan menurut data, mahasiswa ITB tiap orangnya menyisihkan sepuluh orang untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi di kampus ini. “Kita dapat berkuliah di sini di tengah ketidakberuntungan orang di luar sana yang tidak dapat menimba ilmu bahkan di Sekolah Dasar sekalipun. Hal inilah yang menjadi dasar pertama kita mengikrarkan diri sebagai kampus terbaik.
“Saya yakin bahwa kawan-kawan wisudawan di sini adalah orang-orang yang telah berkerja keras menyelesaikan studinya dalam empat, lima atau enam tahun bahkan lebih. Percayalah setiap orang punya peran dan zona waktunya masing-masing. Yang hanya bisa kita lakukan adalah usaha dan doa serta husnudzan pada zona waktu kita,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, bahwa momen wisuda hari ini adalah satu titik penting dalam perjuangan kita, tapi bukan merupakan titik akhir. Kalau masih ada yang arogan menyombongkan dirinya adalah lulusan terbaik bangsa, harusnya kita malu sedalam-dalamnya karena kita beralmamater ITB, tapi selama jadi mahasiswa tidak mampu memberikan apa-apa kepada almamater.
“Harusnya kita malu menggunakan jaket-jaket himpunan kita tanpa kita maknai sebagai beban bahwa kita harus berkarya. Harusnya kita malu, kita sesumbar menjadi putra-putri terbaik bangsa tanpa ada kontribusi kepada masyarakat di luar sana. Tapi masih ada kesempatan sekali lagi. Tingkatnya lebih sulit tetapi inilah satu-satunya kesempatan kita, yaitu ketika menjadi sarjana,” tegas Ardhi.
Menurut Ardhi, jika kita mendedikasikan hidup kita untuk bangsa, maka putra putri terbaik bangsa akan tersemat dengan sendirinya. Di akhir pidato, Ia mengutip pesan dari presiden pertama RI Soekarno. “Soekarno pernah berkata, ‘kita tidak perlu mendirikan institut ini kecuali untuk membangun bangsa yang bermartabat dan berdaulat’. Oleh karena itu, sebelum kita menjadi suar pergerakan gotong royong untuk satu Indonesia kita tak akan pernah berhenti bergerak dan berkarya,” pungkasnya.
Perjalanan Sosok Ardhi
Sebelum masuk ke ITB, ia merupakan lulusan SMAN 8 Jakarta. Selepas lulus di SMA, ia bercerita ingin melanjutkan kuliah di ITB. Meskipun untuk kuliah di sana terkenal sulit, sebab saingannya ketat, namun Ardhi bisa membuktikan mimpinya itu. Ia pun lolos seleksi untuk Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB pada 2013.
Selama menjadi mahasiswa ITB, ia aktif di berbagai kegiatan kampus. Terakhir sebelum lulus ia menjabat sebagai Presiden Kabinet Mahasiswa (KM) ITB Periode 2017/2018. Selain itu ia pernah ikut XL Future Leader Innovation Award 2016 lalu masuk 10 besar, dan menerbitkan sebuah buku berjudul “Elegi Energi” (2016).Ia menyelesaikan studinya dalam waktu lima tahun dengan tugas akhir mengenai “Penelitian Ekonomi Kebijakan Pertambangan.” Analisis sistem dinamik dengan komoditasnya yaitu semen. Tugas akhirnya bertujuan untuk mengetahui pasokan semen bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“Kesan selama kuliah, saya sebenarnya pertama kali datang ke ITB bangga sekali. Selama tiga tahun SMA saya harus masuk ITB, dan akhirnya keterima. Ketika ingin masuk sangat-sangat sulit, orang bilangnya masuknya susah, di dalam susah dan keluarnya juga susah,” tuturnya saat ditemui sebelum wisuda.
Ketika dinyatakan lulus dalam sidang yudisium dengan IPK 3.31, ia pun mengaku lega. Namun lega bukan karena selesai kuliah, melainkan lebih kepada amanah orangtua yang sudah bisa ia tuntaskan. Kelulusan ini pun ia berikan sepenuhnya untuk kedua orangtuanya.
“Ada tidak senangnya juga. Karena kalau yang lain senang bisa jadi sarjana tapi justru saya merasa ada beban ketika beres sidang kemarin yudisium dinyatakan lulus di sanalah beban itu muncul. Saya juga diamanahi oleh KM ITB kan, sebetulnya tuntutan itu tidak secara langsung melainkan secara moralitas dari civitas khususnya dan masyarakat secara umum. Inilah harapan kami, jadi pemimpin yang lebih amanah dan bisa berkontribusi di masa depan bagi bangsa,” katanya.
Ia merasa bangga bisa menjadi bagian dari ITB dan menjadi alumni. ITB baginya sebagai kampus terbaik di Indonesia yang di dalamnya tidak hanya memberikan gambaran utuh tentang Indonesia, melainkan juga memberikan nilai dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan manfaat untuk orang lain.